MENEMUKAN CINTA - LOMBOK Series 1







31 Januari 2018, hari dimana ia berikan kertas yang ternyata adalah tiket tujuan Lombok. Membuatku terngiang ngiang penuh semangat, untuk merencanakan semua rencana perjalanan secara detail.

2 Maret 2018 berangkatlah kami menggunakan kereta api tujuan Malang-Banyuwangi pukul 4 sore. Sejak awal kami memaknai bahwa perjalanan/traveling kemanapun haruslah ada Inside baru yang dibawa pulang.
Sebagaimana Imam Syafi'i mengatakan:
"Lakukanlah safar, karena di dalamnya ada lima faedah, menghilangkan kesumpekan, mengais rezeki, mendapatkan ilmu, adab dan teman yang baik."

Sehingga perjalanan 8jam di dalam kereta tidaklah kita hanya diam saja. Kami berkenalan dengan seorang mas - mas yang duduk tepat di depan kami, kebetulan kursi di sampingnya kosong jadi hanya ada kami bertiga yang duduk berhadapan disana. Ketika Biia mengeluarkan bekal sambal roa yang memang kami bawa dari rumah, mulailah perbincangan kami, karena ternyata mas itu berasal dari Sulawesi tempat si ikan Roa yang sebenarnya. Kami bahkan tau bagaimana proses pembuatan sambal, dan bagaimana ikan Roa ini hanya ditemukan di perairan Sulawesi.

Tak terasa waktu 8 jam berlalu.
Saatnya kami turun dan menyebrang ke Bali, sesampainya di Bali kami naik bis ke arah pelabuhan padang bai dan dioper menggunakan angkutan umum. Saat di angkutan umum kami bertemu dengan seorang Bapak-bapak dengan usia 70an tahun. Yang saat berjalan harus ekstra pelan-pelan. Awalnya sang Bapak memperhatikan kami, dan barulah Bapak tersebut bertanya kami akan kemana.
Berceritalah kemudian...
Bapak tersebut seorang Hindu Bali, yang memiliki anak sukses dan kaya raya yang tinggal di Lombok, anaknya Mualaf masuk Islam. Sang Bapak ditawari untuk ikut putranya tinggal di Lombok, tapi sang bapak menolak dan lebih memilih tinggal di Bali dengan tetap menjalankan rutinitas sebagai petani.

Sesampainya di Padang Bai, kami melanjutkan perjalanan untuk menyebrang ke Lombok menggunakan kapal Feri, bertemulah kami dengan seorang ibu yang membawa cucunya, ibu tersebut tinggal di Bali. Ke Lombok untuk mengunjungi anaknya disana. Hanya bersama cucunya yang masih umur 6 tahunan. Karena suaminya yang dulu bekerja di Lombok sudah tiada. Sang ibu membawa banyak sekali barang, akhirnya kami bantu sampai kami menemukan porter bagi sang ibu.

Perjalanan kami tempuh sekitar 6 jaman. Di kapal Feri tersebut banyak sekali turis domestik maupun mancanegara yang akan menyebrang ke Lombok. Kami sempat berkenalan dengan sepasang turis dari Rusia, yang sudah kedua kalinya ke Lombok. Kami yang orang Indonesia saja baru pertama kali ini ke Lombok. 😅
Mereka begitu mengagumi Indonesia. MasyaAllah memang Allah berikan anugerah Indonesia yang daratannya subur, lautannya juga begitu kaya.
Saat perjalanan beberapa kali kami melihat ada banyak ikan lumba-lumba yang berenang berkelompok kami lewati. MasyaAllah bersyukur bisa melihat langsung makhluk Allah yang luarbiasa.


Sore hari sampailah kami di Pelabuhan Lembar, setelah keluar pelabuhan kami mampir beli minum di Mart terdekat, barulah kemudian kami mencari transportasi untuk sampai ke perumahan gubernuran tempat tinggal teman kuliah. Aplikasi taxi Online kami coba ternyata tidak ada yang nyantol, karena pelabuhan ke Mataram jaraknya jauh, satu jam lebih. Akhirnya kami pun ditawari seorang bapak2 yang terlihat sangat lelah. Setelah Deal harga kami pun naik mobil angkutan umum tersebut, Bapak sopir pun cerita bahwa sudah berhari-hari lebih sang Bapak tidak mendapatkan penumpang. Qadarallah Allah pertemukan dengan kami, yang akhirnya menjadi penumpang di mobil angkutan bapak tersebut.



Saat perjalanan ke Mataram kami tidak menemukan jalanan yang padat, jalanan lenggang dan banyak sawah hijau kiri kanan jalan. Menentramkan mata kami.


Sesampainya di rumah Putri, tabarakallah kami disambut dengan makanan khas Lombok, Sate Pusut, Sate khas Lombok yang dibuat dengan kelapa, yang menarik tusuknya besar-besar, Sate Rembiga ini sate daging sapi dengan bumbu khas yang pedas manis, dan Plecing Kangkung yang kangkungnya berbeda dengan kangkung yang ada di Malang, kangkungnya lebih besar dan panjang, bumbunya khas sambel ada kacangnya tapi bukan Pecel. Rasanya segar dan nikmat.




Alhamdulillah bisa silaturahim ke Rumah Putri, bertemu dengan Mamanya Putri, yang baru saja ditinggalkan sang Abah. Bersyukur bisa mengenal keluarga ini. Karena banyak pelajaran hidup yang kami dapatkan. Tentang kesederhanaan, meskipun berasal dari keluarga pejabat, namun kesederhanaan di keluarga ini sangat kental. Memang hidup ini tak pantas disombongkan, berapa pun besarnya yang kita dapatkan sesungguhnya hanya milik Allah yang dititipkan pada kita.

Tabarakallah Putri dan keluarga, semoga Allah senantiasa menjaga, melimpahkan rahmat dan rezekinya.

***

(to be continued)


Komentar

Postingan Populer