FIQH TAMKIN WAN NASHR, Menembus Batas Ruang dan Waktu


(22:77. Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan)
Nashr dan Tamkin, Sebuah Filosofi
Apa lagi yang diinginkan muslim di dunia selain kemenangan Islam tegak di bumi Allah? Allah dalam firman-Nya menegaskan bahwa kemenangan itu janji Allah yang pasti bagi yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan surga sebagai kemenangan yang besar. Kemenangan merupakan akibat atas proses ikhtiar manusia serta menjadi sebab atas terjadinya sebuah kejayaan.
Ali Muhammad Ash Shalaby dalam karyanya menerjemahkan fiqh nashr wa tamkin sebagai pedoman kemenangan dan kejayaan Islam. Aknn tetapi, jika ditelisik, arti kata nashr dalam Al Quran juga berarti pertolongan seperti pada surat An Nashr, yang mengisahkan tentang terjadinya Fathul Makkah (pembebasan kota Makkah) dengan ditandainya berbondong-bondongnya orang masuk Islam.
Kata ‘kemenangan’ menjadi arti dari surat Al Fath, surat ke-48. Idzaa jaa a nashrullaahi wal fath. Kalimat ini menyatakan bahwa pertolongan dan kemenangan selalu datang beriringan. Adapun kata tamkin berasal dari kata makkana yang berarti mapan. Dalam surat Al Kahfi ayat 84, makkana diartikan kedudukan pada kisah Zulkarnain dan surat Yusuf ayat 56 pada kisah Yusuf AS. Secara istilah, tamkin dapat diartikan sharing kekuatan dan kekuasaan. Antara satu kerja dengan kerja lain merupakan potongan puzzle yang kemudian menjadi satu puzzle utuh maka itu yang dinamakan tamkin.
 
Generasi Tamkin
Fiqh nashr wa tamkin banyak menjelaskan kisah-kisah para pendahulu generasi tamkin sehingga Ash Shalaby membagi kisah-kisah tersebut ke dalam empat macam tamkin. Model kisah tamkin pertama dalam hal penyampaian risalah dan penunaian amanah diwakili dengan kisah ashabul qaryah, ashabul ukhdud, dan dakwah Rasulullah SAW pada fase Makkiyah. Ashabul qaryah bercerita tentang kisah penduduk di suatu negeri dan para Rasul yang diutus menyeru kepada mereka. Tiga Rasul tersebut kemudian didustakan oleh mereka. Akan tetapi bentuk kemenangan Rasul justru pada saat peremehan seruan kebenaran itu terjadi dan kejayaan yang dialami Rasul tersebut dengan tidak terpengaruh oleh komentar-komentar penduduk negeri.
Model kisah tamkin kedua dalam hal binasanya kaum kafir dan selamatnya kaum muslim diwakili dengan kisah dakwah Nabi Nuh AS beratus-ratus tahun dan binasanya kaum yang mengingkari, perlawanan Musa AS dan binasanya Fir’aun yang mengaku Tuhan, Thalut bersama kaumnya dan binasanya raja Jhalut, dan kisah Rasulullah SAW bersama kaum muslim menghadapi kafir Quraisy, Yahudi, dan kaum munafik.
Model kisah tamkin ketiga dalam hal keterlibatan dalam kepemimpinan non-Islami dengan mencontohkan kisah Nabi Yusuf AS yang bekerja sama dengan raja di Mesir yang non-Muslim. Kisah ini tertuang dalam ayat 54-56 dari surat Yusuf. “Dan raja berkata: “Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku”. Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia berkata: “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kami”. Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”. Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju ke mana saja yang ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik”. Pada akhirnya, Yusuf AS diberikan kejayaan dengan menggantikan raja tersebut dan memimpin negeri Mesir. Bukti kontemporer untuk model tamkin seperti ini juga terjadi pada gerakan Islam di Turki, Yaman, dan Yordania.
Model kisah tamkin keempat dalam hal pendirian pemerintahan yang dibangun di atas pondasi keimanan, tauhid, dan takwa diwakili kisah pemerintahan Nabi Daud AS dan Sulaiman AS serta kisah Zulkarnain. Kejayaan yang dialami Zulkarnain melegenda di dunia dan selalu dikaitkan dengan kebesaran, kekuasaan dan kebijaksanaan. Dalam masa pemerintahannya yang hanya sepuluh tahun, Zulkarnain mampu mengembangkan daerah kekuasaannya dari Barat (pantai Samudera Atlantik) sampai ke Timur (tepi Samudera Pasifik). Dalam Al Quran diungkap sebagai maghribassyamsi, tempat terbenam matahari dan mathli’assyamsi, tempat terbit matahari. Sekarang ini dikenal dengan Maroko dan Spanyol di ujung barat  dan India serta Cina di ujung Timur.
Dari keempat macam tamkin tersebut, dapatlah kita mengutip bahwa bargaining position para pelaku sebab tamkin berbeda-beda. Nabi Musa AS saat itu menjadi oposisi kebatilan, sebagai bagian dari kaum yang lemah dan ditindas, bahkan pernah menjadi bagian dari keluarga kerajaan Fir’aun. Nabi Yusuf AS yang diasingkan oleh saudaranya, kemudian akhirnya bekerja sama dengan raja non-Muslim, kisah dari sumur menuju kekuasaan. Nabi Sulaiman AS yang telah dianugerahkan Allah menjadi pemimpin kerajaan yang tidak ada satupun memiliki kerajaan yang lebih besar darinya. Nabi Muhammad AS berangkat sebagai orang yang dipercaya karena akhlaknya kemudian diingkari karena seruannya dan akhirnya dicintai karena dakwahnya yang rahmatan lil ‘alamin.
 
Sebab Tamkin
At tamkin sangat terbukti dalam sejarah Islam, yang mana dominansi kekuasaan lebih dari delapan abad sejak dari bani Umaiyyah hingga kekhalifahan Turki Utsmani. Bentuk kejayaan ini akan kembali lahir manakala umat Islam mampu merealisasikan sifat-sifat generasi tamkin baik pada para pemimpin maupun pada setiap individu umat. Sebab-sebab tamkin antara lain memiliki keyakinan, menebarkan misi ilahiyah, dan merebut atau menjemput tamkin itu sendiri.
Begitu pentingnya keyakinan karena tidak pernah ada keberhasilan bagi orang yang ragu-ragu. Bercerminlah pada doa Nabi Sulaiman AS sebelum menerima kekuasaan. “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.” Allah SWT pun mewujudkan dan menganugerahkan sebuah kerajaan yang tiada banding kepada Nabi Sulaiman AS dan setelah ribuan tahun berlalu,kisah ini masih tetap dibicarakan dan kebesaran serta keagungannya selalu diingat.
Menebarkan misi ilahiyah pada hakikatnya mendaratkan misi tersebut di atas bumi, atau membumikan bahasa langit. Inilah tugas para da’i yang mewarisi dakwah para Rasul. Kesolehan pribadi ditransformasikan menjadi kesolehan sosial.
Setelah itu, pada akhirnya tamkin itu harus dijemput atau direbut. Agar dakwah berkembang untuk mencapai tamkin diperlukan payung politik yang dapat menaungi hal tersebut. Belajarlah dari dramatisasi Hudaibiyah. Pada saat itu, banyak dari kalangan sahabat mengatakan perjanjian tersebut sangatlah tidak adil dan merugikan kaum Muslim. Akan tetapi, Rasulullah SAW dengan kehendak Allah SWT mempunyai rencana lain atas hakikat perjanjian itu. Hudaibiyah mengakibatkan perseteruan dengan Quraisy sebagai pengendali Mekkah hilang, sementara itu Rasulullah segera mengagendakan perang Khaibar, menghabisi bani-bani Yahudi yang berkhianat, dan membuang ‘batu-batu’ sandungan kecil yang menghalangi dakwah. Setelah itu, belum sepuluh tahun kemenangan itu diberikan oleh Allah SWT di momentum fathu makkah.
 
Tujuan, Fase, dan Tantangan Tamkin
Adanya sebuah kejayaan bagi Islam tak lain untuk membentuk masyarakat yang islami terdiri dari pemerintahan, undang-undang, hukum syara’, penegakkan asas-asas sistem Islam di masyarakat serta peneguhan hak personal. Selain itu untuk penyebaran dakwah Islam sebagai efektifitas amar ma’ruf nahi munkar dan jihad di jalan Allah SWT.
Fase-fase tamkin oleh Ash Shalaby dibagi menjadi empat fase yaitu fase dakwah dan ta’rif Islam, fase pemilihan unsur-unsur dan pengemban dakwah, fase penerapan atau mughalabah dan fase tamkin. Fase tamkin dapat digambarkan pada kondisi saat dakwah telah memiliki dukungan penuh oleh masyarakat dengan tahapan rabthul ‘am yang sudah mapan.
Adapun tantangan tamkin bersumber dari internal dan eksternal. Dari segi internal, dibutuhkan kekuatan paradigma mengenai arahan dan pemahaman yang harus jelas dalam bergerak, serta kesiapan dalam memasuki era kejayaan. Dari segi eksternal, sudah sunnatullah bahwa tidak ada perjuangan para Rasul yang terjadi tanpa konspirasi, sehingga umat Muslim pun juga harus siap menghadapi konspirasi tersebut. Adanya konspirasi sejatinya membuat mata hati terbuka untuk menegaskan bahwa umat Muslim sedang bertarung.
 
Fiqh yang Menembus Batas Ruang dan Waktu
Banyaknya kisah pendahulu generasi tamkin yang dijelaskan pada fiqh nashr wa tamkin menggambarkan bahwa kisah-kisah tersebut bukanlah kisah biasa. Mereka memberikan pembelajaran yang menembus batas ruang dan waktu, bahwa kemenangan dan kejayaan bisa diperoleh siapa saja, kapan saja, di mana saja, dan pada posisi atau peran apa saja sesuai kehendak Allah, dijemput dengan ikhtiar serta dibutuhkan kesiapan, karena kekalahan itu terjadi manakala sudah tidak adanya komitmen untuk melakukan sebab-sebab kemenangan dan kejayaan tersebut.
Bagi engkau pemuda muslim, cukuplah kisah-kisah pendahulu ini menjadi hikmah derap langkah perjuanganmu sekarang. Pastikanlah engkau ada pada pihak yang memenangkan dan siap menjayakan Islam, bukan pada pihak ingkar akan janji Allah tersebut ataupun pihak yang memudarkan sebab-sebab kemenangan. Allah ghayatuna, Muhammad qudwatuna, Al Quran dusturuna, Al Jihad sabiluna. Wallahu’alam bishawab.
 
9:111. Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.
Oleh: Putri Irvanna, S.Kom – http://putriirvanna.wordpress.com
(Departemen Humas KAMMI Malang 2011-2013)
Referensi
Fiqh Tamkin Wan Nashr. Ali Muhammad Ash Shalaby.
Iskandar Zulkarnain; Raja Yunani yang Dikisahkan Al Quran. http://www.daarulhikmah.org/?p=739

Komentar

Postingan Populer