POHON YANG KOKOH
Bismillahirrahmaanirrahiim. ..
5 November 2016 lalu saat hujan turun membasahi bumi AREMA, Alhamdulillah, Allah perkenankan kaki ini melangkah ke Masjid Al-Ghifari, yang cukup dekat dari rumah. Masih kalut dengan suasana #aksi411 yang terjadi di seluruh Indonesia, dan suami pun belum pulang dari jakarta saat itu. Bertepatan dengan itu, kajian ini membahas tentang hal tersebut, tentang Figur Orang-orang beriman, dibawakan oleh Ustad Salim A . Fillah.
Beliau membuka kajian malam itu dengan kalimat "Alhamdulillah, Allah menghimpun kita dlm lapis-lapis keberkahan. Keberkahan dalam aktivitas kita adalah ketaatan kepada Allah. Rasulullah saw: "Tidaklah suatu kaum yg duduk berkumpul untuk mengingat Allah, kecuali dinaungi oleh para malaikat, dilimpahkan kepada mereka rahmat, akan diturunkan kepada mereka ketenangan, & Allah Azza Wa jalla akan menyebut-nyebut mereka di hadapan para makhluk yg ada di sisi-Nya."
[HR. Muslim No.4868]
Bagaimana tidak, hujan lebat yang barakah, ditambah kajian akan ilmu-Nya, menjadikan suasana malam itu sangat menenangkan. Kajian ini membahas tentang satu ayat dalam Al-qur'an.
Allah berfirman:
"Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat."
(QS. Hujurat:10)
Poin-poin dari pembahasan ini adalah:
A. Setiap muslim itu bersaudara
1. Seorang mukmin itu Aman bagi orang lain
Rasulullah saw bersabda:
"Siapa beriman pada Allah dan hari akhir, jangan sampai iya menyakiti tetangganya" (HR. Muslim)
Termasuk menyakiti tetangga, masak baunya sampai ke tetangga, tapi rasanya tidak sampai ke tetangga.
2. Mukmin itu Nyaman, akrab dan mudah mengakrabi.
Seorang mukmin itu ruhnya sudah saling kenal, begitu ketemu langsung kenal akrab, nyaman.
Jangan remehkan kenyamanan. 'Falyaqul khoiron auliyatsmut' Berkata yang baik atau diam. Artinya, berkatalah dengan Indah caranya, tepat waktunya, benar isinya, bermanfaat dan berpahala.
Jika tidak bisa berkata baik, maka diam.
Saat itu para shahabat berkumpul dalam satu majelis, sementara Rasulullah SAW tidak bersama mereka. Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Bilal, dan Abu Dzar duduk di dalam majelis. Abu Dzar adalah orang yang memiliki ketajaman dan temperamen tinggi.
Orang-orang berbicara mengenai satu topik pembicaraan. Lalu Abu Dzar berbicara dan menyampaikan sebuah usulan, “Aku mengusulkan agar pasukan diperlakukan demikian dan demikian.”
Tiba-tiba Bilal menimpali, “Tidak, itu adalah usulan yang salah.”
Lantas Abu Dzar berkata, “Beraninya kamu menyalahkanku, wahai anak wanita berkulit hitam?”
“Lâ Ilâha illallâh! Bercerminlah engkau. Lihatlah siapa dirimu sebenarnya?”
Seketika itu Bilal berdiri dengan terkejut dan marah sejadi-jadinya sambil berkata, “Demi Allah, aku akan mengadukanmu kepada Rasulullah SAW,” lalu Bilal pun pergi kepada Rasulullah SAW.
Ketika Bilal sampai kepada Rasulullah SAW, dia berkata, “Wahai, Rasulullah. Maukah engkau mendengar apa yang telah dikatakan oleh Abu Dzar kepadaku?”
Rasulullah saw. menjawab, “Apakah yang telah dikatakannya?”
Bilal berkata, “Dia telah berkata begini dan begitu.”
Seketika itu rona muka Rasulullah SAW berubah.
Lalu Abu Dzar bergegas datang dengan tergopoh-gopoh. Dia berkata, “Wahai, Rasulullah. Assalâmu ‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.”
Ketika itu Rasulullah sangat marah, hingga dikatakan, “Kami tidak tahu apakah Nabi menjawab salamnya atau tidak.”
Nabi bersabda, “Wahai, Abu Dzar. Engkau telah menghinakannya dengan merendahkan ibunya. Di dalam dirimu terdapat sifat jahiliyah.” (HR. Bukhari).
Kalimat tersebut terdengar bagaikan petir di telinga Abu Dzar. Lantas dia menangis, dan menghampiri Rasulullah, lalu berkata, “Wahai, Rasulullah. Beristigfarlah untukku. Mintakanlah ampunan dari Allah untukku.” Kemudian dia keluar dari masjid sambil menangis.
Abu Dzar pergi dan meletakkan kepalanya di atas tanah yang dilalui Bilal. Lalu Bilal menghampirinya.
Umar berkata, “Abu Bakar adalah sayyid (tuan) kami, dan dia telah memerdekakan sayyid kami, yaitu Bilal.”
Abu Dzar menghempaskan pipinya ke atas tanah, dan berkata, “Demi Allah, wahai Bilal. Aku tidak akan mengangkat pipiku, kecuali engkau menginjaknya dengan kakimu. Engkaulah orang yang mulia dan akulah yang hina.”
Allah akan meninggikan kedudukanmu, wahai Abu Dzar, sampai batas ini. Sungguh, itulah didikan Islam, dan kehidupan di bawah naungan Al-Qur’an.
“Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman. Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Mahagagah lagi Mahabijaksana.” (Al-Anfal: 63).
Lantas Bilal pun menangis melihat pemandangan tersebut. Siapa yang tidak luruh hatinya melihat hal demikian?
Sebagian dari kita berbuat buruk kepada sebagian yang lain berpuluh kali dalam sehari. Namun, tidak ada yang berani mengatakan, “Maafkan aku, wahai saudaraku.”
Sebagian dari kita menyakiti yang lain hingga terluka dengan perkara-perkara akidah ataupun ideologi, dan dengan segala hal yang menyangkut sesuatu yang paling berharga dalam hidup. Namun, tidak ada yang berbesar hati mengatakan, “Maafkan aku.”
Sebagian kita menyakiti temannya ataupun saudaranya dengan tangannya dan tidak berkata, “Maafkan aku.”
Lihatlah Abu Dzar. Dia berkata, “Demi Allah, aku tidak akan mengangkat pipiku hingga engkau menginjaknya dengan kakimu.”
Lantas Bilal menangis dan mendekat, lalu menciumi pipi itu. Pipi itu tidak pantas diinjak dengan kaki, namun hanya pantas untuk dikecup. Pipi itu lebih mulia di sisi Allah daripada diinjak dengan kaki.
Kemudian keduanya berdiri dan berpelukan sambil menangis.
Demikianlah peri kehidupan mereka, di kala mereka hidup berinteraksi dengan Islam. Kita tidak mengenal perbedaan warna. Kita tidak mengenal kulit putih, tidak juga kulit merah, serta kulit hitam. Kita tidak mengenal dia dari keluarga fulan, atau dari keluarga fulan. Kita hanya mengenal takwa.
“…Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujurat: 13).
Oleh karenanya, jika engkau melihat seseorang berbangga dengan memuji nenek moyangnya, sementara dia bukanlah orang mulia, ketahuilah sebenarnya dia tidak ada harganya di sisi Allah SWT. Orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.
Tentang hadis:
(قُلِ الْحَقَّ وَلَوْ كَانَ مُرَّا (رواه ابودود
"Berkatalah yang benar walau pahit."
Kontekstualnya adalah tentang pedagang yang beli barang dagangan, samplenya bagus, saat sudah beli ternyata cacat semua. Kemudian mengadu bagaimana harusnya, bolehkah menutupi cacat, atau harus jujur. Kemudian Rasulullah menjawab 'katakan yang benar meski pahit.'
Padahal esensi hadis ini untuk diri sendiri pahitnya, bukan untuk orang lain. Jadi, bukan untuk menyakiti orang lain.
3. Mukmin itu memberikan Manfaat pada orang lain, lingkungan, dimanapun.
Sebagaimana pohon yang kokoh. Ciri-ciri pohon yang baik: akarnya kokoh, batangnya kuat, rindang daunnya, lebat buahnya.
Memberikan buahnya setiap musim. Bermanfaat. Begitulah manusia seharusnya.
Sebagaimana kita, jika ingin memberi buah mangga kepada oranglain, tidak dengan melempar kemudian bilang 'ini mangganya aku berikan ke kamu'.
Nah, seharusnya yang kita lakukan, memilih mangga terbaik, teksturnya, rasanya, kemudian dikupas, di potongkan, ditata rapi di piring, disuguhkan dengan garpu ditangan kanan, kemudian disuapkan dengan lembut kepada orang yang diberi.
Artinya Bermanfaat itu dalam kualitas terbaik.
Semua hubungan harus didasarkan pada orang-orang yang bertakwa, orang yang cinta, saling menyayangi, dan semua dikarenakan Allah.
Hubungan yang membawa pada ketaatan kepada Allah.
"Aku mencintaimu karna Allah, dengan cara yang diridloi Allah, dalam rangka mencari Ridlo Allah."
Sehingga akan berbuah manisnya iman. Akan mendapat Naungan, dimana hari itu tidak ada naungan selain naungan Allah.
Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah dengan orang-orang benar.
Meskipun seringkali bersama dengan orang-orang yang benar itu lebih ngeselin, karena akan selalu meluruskan, menasihati, membenarkan saat keliru, tapi disitulah ada penjagaan Allah.
Kisah Anas Bin Malik yang bertanya pada Rasulullah tentang Kiamat, kemudian Rasulullah menjawab lebih penting daripada Kapan? Melainkan apa yang sudah disiapkan untuk kiamat? Dijawablah 'Aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.' Rasulullah menjawab: "engkau akan dihimpun bersama orang-orang yang kau cintai"
B. Damaikan antara saudaramu yang berselisih
Dua kelompok mukmin saling berperang pernah terjadi dizaman Ali bin Abi Thalib.
Antara orang beriman bisa ada masalah. Mukmin yang bagus itu seperti Buah Manggis, luarnya lembut dalamnya lembut, bahkan ada kabar gembiranya, ada ekstraknya (bermanfaat).
Rasulullah pernah bermuka masam kepada seorang buta, dalam surat Abasa. Kemudian Allah menegur melalui ayat pertama dalam surat Abasa. Begitu sopannya Allah menegur dengan menggunakan kata ganti orang ketiga, tidak langsung menunjuk, hai Muhammad!, melainkan dengan berfirman, 'Dia bermuka masam dan berpaling'. Dia (Muhammad) menggunakan kata ganti orang ketiga. Begitulah adab yang Allah dan Rasul-nya ajarkan. Subhanallah.. .
Nah, dalam konteks perbedaan, masalah percabangan, misal NU dan Muhammadiyah. Dalam fiqh ada yang melihat secara Taat, ada yang secara Adab. Taat langsung sesuai apa yang disampaikan, dan yang satunya memakai adab. Artinya harus bijak. Boleh beda fiqhnya, mazhabnya, tidak masalah. Tidak perlu membuat semakin tinggi perbedaan dan semakin tinggi perselisihan antara umat, hanya masalah Fiqh. Kalau pun pendapat prinsip itu sudah sangat menjadi prinsip, sampaikan pun dengan tata cara yang ahsan. Karena dalam fiqh itu bukan yang salah dan benar, melainkan mana yang tepat dan mana yang lebih tepat. Artinya semua benar. Karena Fiqh itu ada konteksnya.
Nah, dibagian terakhir kajian, ada pertanyaan tentang cara menyampaikan nasihat yang baik?
jawabannya, cara menyampaikan nasihat adalah pilih waktu yang tepat, pilih bahasa paling halus, paling baik, sesuai sifat orang yang ingin diberikan nasihat.
Untuk penerima: bagaimana pun cara menyampaikannya, nasihat itu permata, maka terima permata itu dengan hati senang dan lapang.
Pertanyaan kedua:
Bagaimana cara mengingatkan suami, serba salah, kalau tidak diingatkan malah tambah parah, diingatkan secara keras takut dosa?
Komunikasi laki-laki dan perempuan, faktanya perempuan punya kecerdasan kosa kata lebih dari laki-laki.
Perempuan kalau ada masalah, akan curhat, didengarkan, dipahami sudah merasa tenang. Sedangkan laki-laki diam mencari solusi.
Ngomong sama laki-laki itu harus detail,
Gak boleh kode.
Misal : "pa, tolong bersihkan ruang tamu" bahasa ini kurang jelas.
Harusnya, "pa, tolong disapu ruang tamu, terus ditata kursinya, mejanya dilap, dll"
perlu diketahui juga, laki-laki itu single tasking, sedangkan perempuan itu multi tasking.
Begitulah resume dari kajian dari Ustad Salim A.Fillah.
Maka kita bisa mengambil hikmah dari kajian tersebut bahwa mukmin itu pasti akan membuat oranglain nyaman dan aman, karena Rasulullah sebaik-baik teladan pun tidak pernah sekalipun berlaku tidak baik pun dengan orang yang menyakiti beliau. MasyaAllah.. .
lantas bagaimana dengan kita, sebagai umatnya?
terakhir, saya tutup dengan puisi yang disampaikan Ustad Salim. A.Fillah, yang ditulis saat 4 November 2016 digelanggang Aksi Bela Islam pekan lalu.
HANYA aku BUIHNYA
by: @salimafillah
Dulu aku mengira telah wujud benar nubu'at Nabi mulia tentang ummatnya..
Bahwa mereka besar jumlahnya namun hanya buih yang tiada artinya..
Menjadi santapan yang diperrebutkan aneka bangsa dan kuasa di meja perjamuan durjana..
Tapi hari ini aku sadar bahwa aku keliru sealpa-alpanya..
Sebab yang buih rupanya hanya aku saja..
Hari ini melihat mereka berhimpun dalam barisan..
Melantangkan suara hati nuraninya akan cinta pada Rabb dan kalamNya..
Aku melihat mereka adalah gelombang raksasa..
Yang hanya bergulung dan berdebur semata-mata sebab pengisaran angin oleh Penguasa Alam Semesta..
Tak makhluq ada yang dapat membeli insan sebanyak ini dengan harta berapapun juga..
Tak ada makhluq yang dapat menggerakkan hati sebanyak ini dengan sedu syahdu apapun juga..
Tak ada makhluq yang dapat menjaga keteraturan barisan sebanyak ini dengan kuasa aba-aba sedahsyat apapun juga..
Ya benar, mereka gelombang pasang..
Dan hanya aku buihnya..
Buih yang terus berkubang dalam durhaka padaNya..
Tapi izinkan si buih ini berkata..
Pada engkau yang menutup pintu dan menyelinap pergi..
Hanya diperlukan satu kecipak kecil lagi untuk menjadikan lautan ummat ini tsunami mahadaya..
Sebab ada tertulis dalam senarai penshahihan Al Albani yang teliti..
"Seorang pemimpin yang menutup pintunya pada orang-orang yang memiliki hajat padanya, maka Allah pun menutup pintu langit dari segala hajat dirinya."
~~~
Jazakumulloh khairan katsiron.
(*diresume oleh Amelia Dwi M, dengan beberapa bahasa menyesuaikan)
Komentar
Posting Komentar