ANTARA 'PEMBUKTIAN' DAN 'PEMAKNAAN'

Sebuah kata-kata bijak yang sering digunakan sebagai mantra dalam kehidupan, Man Yazro'yahsud-"siapa yang menanam akan memetik apa yang ditanam".
Kita akan membahas kata-kata ini dalam perspektif pemaknaan (maaf jika diksinya kurang tepat dengan eyd dan tidak ada dalam KBBI😁) dan pembuktian. Dalam pembuktian, artinya bahwa jika kita menanam padi maka kita akan memetik padi. Itu terbukti. Pertanyaannya lantas jika kita berbuat baik apa kita akan memetik yang baik?
Coba kita renungkan.
Ini masalah logika pembuktian.
Membuktikan sesuatu sarat dengan hal yang nampak secara langsung.
Sehingga bagi saya, salah jika kita memandang hidup sebagai pembuktian. Tapi bukti tidaklah salah. Bukti bahwa kita (manusia) adalah makhluk yang sempurna benar. Bukti bahwa kita hidup karena bisa bernafas, benar. Dan berbagai bukti yang memang menjadi suatu penguat atas segala peristiwa kehidupan yang terjadi.
Kita masuk pada diksi pemaknaan, kenapa kemudian saya memilih pernyataan 'hidup ini tentang pemaknaan, bukan sekedar pembuktian' karena makna jauh lebih dalam artinya dibanding bukti. Jika kita berbicara makna, maka kita akan sampai pada dua hal, logika dan rasa. Pikiran dan hati. Sedangkan bukti sesuatu yang sarat dengan yang nampak (materi) atau hal yang secara jelas adanya.
Sebagai contoh, saya menulis tulisan ini, jika memakai perspektif pembuktian maka saya hanya membuktikan bahwa saya bisa menulis. Jika dalam perspektif pemaknaan, adalah tentang seberapa besar manfaat dan bagaimana bisa tulisan saya menginspirasi banyak orang.
Maka kita tau bedanya kan?
Mana yang lebih tepat?

Dalam sebuah novel yang inspiratif 'Sepatu Terakhir' diceritakan seorang ayah yang bercerita pada anaknya tentang kisah petani jagung.

“Bapak pernah cerita ke kalian tentang kisah seorang petani jagung yang berhasil?”
Aku dan Mas Agus hanya menggeleng.

“Alkisah ada seorang petani jagung yang sangat sukses.”, Ayah berhenti mengambil nafas sejenak.
Aku dan Mas Agus pasang telinga, antusias mendengarkan.

Dengan nada layaknya seorang pendongeng ia melanjutkan, “Di negerinya, setiap tahun diadakan kontes jagung, untuk mencari petani mana yang menghasilkan jagung terbaik. Petani sukses tadi, dia sering memenangkan kontes jagung tersebut. Tak hanya sekali, namun berkali-kali dan boleh dikata, setiap kontes jagung diadakan petani inilah pemenangnya. Kalian tahu rahasianya?” Tanya Ayah ke arah kami.

“Pupuk rahasia?”, Mas Agus coba mejawab.
 “Bukan, bukan itu rahasianya. Suatu waktu seorang wartawan bertanya pada petani sukses ini, apa formula rahasianya dia bisa memenangkan kontes jagung tersebut sampai berkali-kali. Si petani menjawab, 'tak ada formula rahasia, aku hanya membagikan benih-benih jagung terbaikku kepada petani tetangga-tetanggaku”

“Lho, benih  jagung terbaiknya kok malah diberikan ke tetangga? Tapi kok dia yang menang? Aneh!”, tanyaku.

“Itu dia kuncinya”, Ayah tersenyum. “Alin di sekolah sudah belajar IPA kan? Tentang tanaman yang punya serbuk sari dan putik?”

“Sudah” jawabku sambil mengangguk.
“Kita tahu bahwa angin menerbangkan serbuk sari dari bunga-bunga yang masak, lalu menebarkannya dari satu ladang ke ladang yang lain.”, tangan ayah bergerak-gerak bak seorang pendongeng.

“Coba bayangkan Jika tanaman jagung tetangga buruk, maka serbuk sari yang ditebarkan ke ladang petani sukses ini pun juga buruk. Ini tentu menurunkan kualitas jagungnya.”
Kakakku manggut-manggut mulai paham.

Ayah melanjutkan “Sebaliknya jika tanaman jagung tetangga baik, maka serbuk sari yang dibawa angin dari ladang jagung mereka akan baik pula, disinilah bila kita ingin mendapatkan hasil jagung yang baik, kita harus menolong tetangga kita untuk mendapatkan jagung yang baik pula.

“Begitu pula dengan hidup kita Nak. Jika kita ingin meraih keberhasilan, maka kita harus menolong orang sekitar menjadi berhasil pula. Mereka yang ingin hidup dengan baik harus menolong orang disekitarnya untuk hidup dengan baik pula. “, Ayah menutup ceritanya dengan bijak. -end-

Saya tidak akan memberikan penjelasan hikmah dalam kisah diatas karena setiap orang punya cara yang berbeda dalam memaknai sesuatu.
Silahkan berspekulasi pada pembuktian dan pemaknaan dalam kisah diatas.

Sukses adalah bentuk pembuktian. Tapi sukses punya banyak sekali makna yang bahkan tiap orang berbeda pandangan.
Jika dalam hidup kita berniat "Aku akan membuktikan bahwa aku bisa sukses" maka hanya sebatas sukses saja yang kita dapatkan.
Lantas bagaimana dengan makna kesuksesan itu?

Maka berhentilah menjalani hidup sebagai bentuk 'Pembuktian' eksistensi diri, keberhasilan, capaian, kecemerlangan, kesuksesan. Sebatas itu saja, dan sangat rawan adanya kesombongan dibalik pembuktian-pembuktian itu.
Jalani hidup dengan 'Pemaknaan' setiap langkah sarat hikmah, tidak ada niatan pembuktian meskipun nantinya pembuktian akan mengikuti langkah kita. Menjaga hati dari riya'-riya' kecil maupun besar.
Segala yang kita lakukan haruslah penuh makna, kenapa kita hidup, bagaimana kita hidup, berperan sebagai apa dalam hidup, untuk apa kita hidup. Buat apa kita jadi kaya? Buat apa kita jadi pns, guru, polisi, direktur, dosen, pengusaha?
Semua pertanyaan yang hanya bisa dijawab jika kita benar-benar memaknai hakikat kehidupan. Sebagaimana Allah perintahkan.
Maka.. .
Hidup ini tentang pemaknaan, bukan sekedar pembuktian!

-adm-
Mengolah rasa~
Ramadhan 1436H

Komentar

Postingan Populer