DIATAS AWAN
Percakapan awan
masih berlangsung
Awan menggelap,
nampak tak bahagia
‘ada apa denganmu
awan?’
Angin mendekatinya
kembali, melihat raut wajah awan yang nampak sangat murung
“aku juga tak tau
kenapa”
Awan tertunduk
‘apa karena kau
harus menurunkan hujan lantas kau bersedih’
“tentu saja, aku
sudah katakan, aku lebih suka langit tanpa hujan, cerah tak ada mendung”
‘tapi tanpa hujan,
cerah, tentu saja tak ada awan?’
“entahlah, mungkin
itu yang terbaik.”
‘harusnya kau paham
wahai awan, kau ada, hujan ada, turun kebumi, menyuburkan dan menghidupi tanah
yang kering, itu hidupmu, bukan untuk dirimu sendiri’
“aku bahkan tak
suka kenapa harus selalu bersama dengan hujan?”
‘kau tak pernah tau
awan, bahwa orang-orang dibawah sana selalu menunggu dirimu untuk menurunkan
hujan, tak selamanya, tapi selalu ada, kau tau awan, pahamilah bahwa waktu akan
mengajarimu arti kehidupan’
“kenapa waktu?”
‘ya, dikala kau
turunkan hujan, satu benih itu mulai bergerak tumbuh, dan waktulah yang akan
membuatnya tumbuh lebat, berdaun, berbuah, dan bermanfaat’
“lalu aku harus
bagaimana?”
‘kau tak akan
selamanya bersama hujan, ada kalanya kau tak harus menggelap, lantas menurunkan
hujan, ada kalanya kau hanya perlu berarak menghias birunya langit, dengan
putihmu awan, yaa semua ada kalanya, tinggal sejauh mana kau mengerti’
“aku mengerti, aku
tetaplah awan yang berarak menghias langit nan biru, meski bersama hujan tak
aku suka, tapi hujanlah yang memberikan kehidupan kebumi, yaah aku tau itu, dan
waktu yang akan menjawabnya, apa bagaimana mengapa semua akan terjawab seiring
waktu berjalan”
‘nah, itulah yang
ingin kudengar, pahami saja tugasmu, agar kau mengerti bahwa waktu tak akan
berjalan mundur, berikan yang terbaik selagi kamu menjadi awan yang menaungi,
menghias langit dan menurunkan hujan’
#prosa #maerologica
Komentar
Posting Komentar