REAL ZERO
Pernah dengar pepatah jawa:
Witing Trisno jalaran soko Kulino
artinya Cinta itu datang karena
kebiasaan/keseringan
dalam arti yang lain, bahwa cinta
itu datang karena seringnya interaksi bersama dan akhirnya rasa yang dibilang
biasa pun tumbuh menjadi lebih dari biasa.
benarkah?
atau hanya nafsu yang membuatnya
demikian?
Aku ingin sedikit mensharekan
bagaimana perang antara rasa dan logika. aku teringat salah seorang kakak kelas
yang kemudian mengatakan bahwa hati selalu punya kecenderungan. Entah bagaimana
menafsirkan kecenderungan itu, tapi aku mulai belajar menapak dengan hati-hati.
Sejak itu, Aku genggam kuat
prinsip bahwa aku tak akan punya kecenderungan, tidak, tidak akan, InshaAllah.
Tapi aku hanya manusia biasa,
jika rasa itu mulai terasa dan mengganggu, aku akan lari, menjauh, dan mulai
berperang lagi, dalam pertempuran akal dan rasa.
Aku tau satu hal, bahwa aku punya
tabiat yang sama dengan perempuan lain, tabiat perhatian pada orang yang
disayangi. Lain sisi aku punya satu karakter yang bisa jadi berbeda dengan yang
lain,aku orang yang sangat “sungkan”an, sulit bagiku berkata tidak, jika ada
orang yang meminta tolong padaku.
Aku tak pernah bisa menolak
dengan mudahnya, karena aku selalu merasakan ada pertempuran batin, jika aku
menolak, aku membayangkan bagaimana jika aku ada di pihak yang meminta tolong?
pasti aku akan kecewa karena aku tidak ditolong. bukankah demikian?
Karena itulah aku mengalami pertempuran
sengit antara akal dan rasa. Gejolak itu dimulai sejak radar ini bereaksi pada
radar yang sama.
Alhamdulillah, Allah selalu ada
untuk mengingatkanku, sehingga tak pernah sekalipun radar ini merespon adanya
sinyal yang sudah sangat kuat, aku tak bisa.
Pada titik dimana aku menuliskan
ini, aku benar-benar membekukan hatiku, pada titik zero, se zero-zeronya. Ada
kekhawatiran sebenarnya, sampai pada titik yang mana aku bisa menjaga ke zero’an
ini. Tapi satu hal yang menguatkanku, aku memang dalam penantian, tapi aku tak
akan lemah karena kedekatan jarak, kesamaan karakter, kelancaran komunikasi,
kebaikan beruntun. Tidak, tidak akan.
Yang bisa mengalahkanku adalah
kekokohan iman, dan keberanian berucap “AKAD”.
Pada titik itu hatiku akan luluh,
tak peduli dengan status sosial, harta, jabatan, dan penghias-penghias lainnya.
Aku tak pedulikan semua itu. Karena semuanya hanya akan hilang termakan waktu.
Hanya kokohnya imanmu yang akan
kekal membawaku ke surga-NYA.
aku tak pernah berani
mengandai-andai, karena hanya Allah yang Maha Tau yang terbaik untuk hamba-Nya.
Untukmu yang masih tertutup
tabir-Nya,
aku memang bukan seorang yang
sempurna,
tapi aku berharap kita bisa
saling melengkapi,
aku masih punya banyak khilaf dan
dosa,
maka aku berusaha untuk bisa
memperbaiki,
aku tak butuh janji, harta dan
kekayaan,
tapi aku butuh Imam yang kuat taqwanya
dan kokoh imannya
keberanianmu adalah senjata,
yang akan menghancurkan kerasnya
hatiku,
dan aku akan menerimamu, dengan
setulusnya hati,
karena Allah SWT,,,
Rabb, istiqomahkan hati
ini. . .
Komentar
Posting Komentar