INDONESIA’S HOPE


Kepemimpinan Bangsa Rabbani dan Militan



Kepemimpinan merupakan kebutuhan asasi manusia sebagai makhluk sosial. Tanpa ada kepemimpinan, maka tatanan kehidupan masyarakat akan kacau. Pandangan situasionalis menekankan bahwa pemimpin terpilih tidak lebih dari sebuah refleksi budaya dan nilai dalam masyarakat pada masa itu (House, Spangler, & Woycke, 1991). Situasi pada masyarakat yang sedang menggembar-gemborkan demokrasi misalnya, menghasilkan sosok seorang pemimpin yang berani berbicara dan tidak konservatif. Namun hal ini dapat dimaknai sebaliknya, seorang pemimpin yang berani berbicara dan tidak konservatif akan terpilih dan sukses pada situasi di mana demokrasi sedang didengungkan.
Hubungan antara kepribadian pemimpin dengan situasinya disebut juga sebagai leader-situational match, yang menyebutkan bahwa the leader’s appeal dan kesuksesannya tergantung pada situasi, sehingga karakteristik kepribadian yang dibutuhkan oleh seorang calon pemimpin akan bervariasi tergantung situasi (Winter, 1987). Hal ini tercermin pada sosok para mantan pemimpin dan pemimpin Indonesia saat ini yang hampir tidak memiliki kesamaan satu dengan yang lainnya. Selain itu, begitu situasi negara berIndonesiaah, maka pemimpin dengan kepribadian yang tidak cocok dengan kondisi negara tidak akan bertahan lama. Contohlah Soeharto sebagai sosok yang memiliki kontrol yang kuat terhadap dirinya maupun orang di sekitarnya (www.tempointeraktif.com) akhirnya lengser dari singgasana kekuasaan tertinggi di Indonesia setelah tuntutan akan demokrasi semakin tinggi.
Namun pandangan situasionalis tidak mampu menjelaskan secara menyeluruh mengenai para pemimpin yang berhasil.  Apakah mereka hanyalah sekedar the right man on the right place in the right time? Menurut House, Spangler, & Woycke (1991), pada pertengahan 1970an, mulai muncul teori-teori baru mengenai kepemimpinan yang tidak lagi menekankan pada pengaruh situasional, melainkan pada kepribadian pemimpin tersebut. Mulailah dikenal istilah kepemimpinan yang karismatik, dimana pemimpin tersebut dapat merubah kebutuhan, nilai, preferensi, dan aspirasi dari pemilih melalui tingkah laku, kepercayaan, dan contoh personal dari dirinya sendiri. Seorang pemimpin yang karismatik adalah seseorang yang mampu menumbuhkan kepercayaan masyarakat, memiliki kedekatan secara emosional dengan pengikutnya, dan mampu membuat pengikutnya berjuang bukan hanya karena berdasarkan self-interest semata sehingga mereka memiliki motivasi kolektif. Hasilnya, muncul motivasi untuk mencapai tujuan bersama pada masyarakat dan terbentuklah masyarakat yang kuat. Teori ini mencoba mematahkan pandangan bahwa situasilah yang menentukan tipe pemimpin seperti apa yang akan terpilih atau berhasil nantinya.
Pemimpin yang Rabbani dan militan tidak terlepas dari kepemimpinan manusia paling mulia, Rasulullah Saw. Sebagai ummat Nabi saw, kita diperintahkan oleh Allah Swt untuk mentaati dan mengikuti Nabi saw dengan mengamalkan sunnahnya dalam kehidupan sehari-hari. Allah swt berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad) dan ulil amri (penguasa) di antara kamu”. (QS. An-Nisa’: 59).
Kepemimpinan Rasul saw adalah seorang hamba Allah yang memiliki akhlak mulia. Sosok kepribadian beliau yang agung merupakan aplikasi dari ajaran Al-Quran. Ibaratnya, beliau adalah Al-Quran yang berjalan. Memang, karena Aisyah ra sendiri menegaskan bahwa akhlak Rasulullah saw adalah Al-Quran. Bahkan Allah swt telah memuji akhlak beliau yang agung sekaligus memberikan rekomendasi bagi manusia sekalian untuk menjadikannya figur teladan dalam kehidupan ini, sebagaimana firman-Nya: “Sesunggguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri tauladan bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS.Al-Ahzab: 21).
Hal ini ditegaskan pula di dalam ayat yang lain mengenai keagungan dan kemuliaan budi pekerti: “Sesunggguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur” (QS.Al-Qalam: 4). Predikat dan pujian ini langsung datang dari Allah Swt, karena akhlak beliau yang mulia. Maka tidak heran bila dalam waktu yang relatif singkat, beliau berhasil berdakwah dan menegakkan syariat Islam di muka bumi ini, dengan membawa peradaban Islam yang mulia dan terhormat menggantikan peradaban jahiliah yang hina dan zalim. Inilah rahasia kesuksesan dakwah Rasulullah saw yaitu akhlak mulia.
Dari konteks inilah, tak heran bila Mikhail H Hart, dalam buku fenomenalnya The 100 a Rangking of The Most Influential Persons in History (Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah;1978) menempatkan Nabi Muhammad SAW sebagai pada urutan pertama sebagai tokoh paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Menurut Hart, Muhammad adalah satu-satunya yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam agama maupun hal duniawi. Dia memimpin bangsa yang awalnya terbelakang dan terpecah belah, menjadi bangsa maju yang bahkan sanggup mengalahkan pasukan Romawi di medan pertempuran.
Nabi Muhammad SAW di samping sebagai seorang Rasulullah, beliau juga sosok pemimpin yang ideal dan sejati. Sebagai seorang pemimpin, beliau memiliki ketauladanan yang baik yang patut dicontoh oleh pemimpin kita saat ini. 
Beliau adalah seorang pemimpin yang jujur, amanah dan adil, bukan pemimpin yang korup, nepotisme dan zalim. Beliau seorang pemimpin yang berani menegakkan “syariat Islam” di muka bumi ini, membela kebenaran dan menghancurkan kebatilan, bukan pemimpin pengecut dan takut kehilangan jabatan dan kekuasaannya. Sosok seorang pemimpin yang dermawan, pemurah dan peduli rakyat (umatnya), bukan pemimpin yang kikir dan hanya memperkaya diri sendiri dan keluarganya.
Beliau adalah pemimpin yang wara’ dan bertakwa, bukan pemimpin yang fasiq dan munafiq. Seorang pemimpin yang rendah diri dan tawadhu’, bukan pemimpin yang sombong dan angkuh. Seorang pemimpin yang murabbi (pendidik) dan muallim (pengajar), bukan yang hanya pandai bicara dan perintah saja. Ketika menasehati dan memberi ilmu, maka beliaulah yang pertama yang mengamalkan ilmu dan nasehatnya. Sosok pemimpin yang sederhana dan zuhud, bukan pemimpin yang hidup mewah dan menghambur-hamburkan uang rakyat untuk kepentingan pribadi, keluarga dan golongannya.
Bukan hanya itu, beliau adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah. Setiap harinya beliau bertistighfar dan bertaIndonesiaat sebanyak lebih tujuh puluh kali (H.R. Bukhari), dalam riwayat yang lain disebutkan seratus kali (H.R Muslim). Padahal, kalaupun ada kesalahan dan dosa, maka telah diampuni Allah sebelum dan sesudahnya, bahkan beliau adalah seorang manusia yang telah dijamin Allah masuk surga. Ditambah lagi dengan ibadahnya yang sungguh-sungguh dan berkualitas memberi motivasi dan menjadi contoh bagi umatnya. Inilah pemimpin yang ideal yang tidak hanya memancarkan kesalehan pribadi, tapi juga kesalehan sosial. Allah SWT memerintahkan kita untuk mengikuti dan mentaati beliau. Selain itu, beliau memang diutus dan dijadikan Allah sebagai sosok figur dan suri tauladan bagi umatnya. Beliau adalah manusia biasa seperti kita, bukan malaikat (QS. Al-Kahfi: 110). Bangsa Indonesia membutuhkan seorang pemimpin yang dapat meneladani Rasulullah. Pada intinya pemimpin di masa mendatang bukan hanya pemimpin yang berkarateristik seperti diinginkan oleh para pengikutnya. Tapi, terdapat harapan-harapan bahwa Pemimpin di masa depan mampu memenuhi dan memiliki kondisi-kondisi seperti yang disebutkan Kemal Stamboel (2009), seperti berikut ini:
1.      The meaning of direction (memberikan visi, arah, dan tujuan)
Seorang pemimpin yang efektif membawa kedalaman (passion), perspektif, dan arti dalam proses menentukan maksud dan tujuan dari kepemimpinannya. Setiap pemimpin yang efektif adalah menghayati apa yang dilakukannya. Waktu dan upaya yang dicurahkan untuk bekerja menuntut komitmen dan penghayatan.
2.      Trust in and from the Leader (menimbulkan kepercayaan)

Keterbukaan (candor) merupakan komponen penting dari kepercayaan. Saat kita jujur mengenai keterbatasan pengetahuan yang tidak ada seluruh jawabannya, kita memperoleh pemahaman dan penghargaan dari orang lain. Seorang pemimpin yang menciptakan iklim keterbukaan dalam kepemimpinannya adalah pemimpin yang mampu menghilangkan penghalang berupa kecemasan yang menyebabkan masyarakat yang dipimpinnya menyimpan sesuatu yang buruk atas kepemimpinnya. Bila pemimpin membagi informasi mengenai apa yang menjadi kebijakannya, pemimpin tersebut memberlakukan keterbukaan sebagai salah satu tolok ukur dari “performance” kepemimpinannya.
3.      A sense of hope (memberikan harapan dan optimisme)
Harapan merupakan kombinasi dari penentuan pencapaian tujuan dan kemampuan mengartikan apa yang harus dilakukan. Seorang pemimpin yang penuh harapan menggambarkan dirinya dengan pernyataan-pernyataan seperti ini: saya dapat memikirkan cara untuk keluar dari kemacetan, saya dapat mencapai tujuan saya secara energik, pengalaman saya telah menyiapkan saya di masa depan, selalu ada jalan dalam setiap masalah. Pemimpin yang mengharapkan kesuksesan, selalu mengantisipasi hasil yang positif.
4.      Result (memberikan hasil melalui tindakan, risiko, keingintahuan, dan keberanian)
Pemimpin masa depan adalah pemimpin yang berorientasi pada hasil, melihat dirinya sebagai katalis –yang berharap mendapatkan hasil besar, tapi menyadari dapat melakukan sedikit saja jika tanpa usaha dari orang lain. Pemimpin yang seperti ini membawa antusiasme, sumber daya, tolerasi terhadap risiko, disiplin dari seorang “entrepreneur”.
Setelah Abad Pertengahan, Pemimpin Bangsa tidak selalu menampakkan sosok yang tinggi dan besar, tetapi adalah mereka-mereka yang cerdas, cepat dalam bertindak, tegas, berwibawa, visionary, mampu membawa bangsanya kearah tujuan yang benar. Setiap bangsa memiliki persoalan yang berbeda-beda, dan tidak bisa digeneralisasi.
Bung Karno dan Bung Hatta adalah pendiri Republik Indonesia dengan pemikiran-pemikiran cita-cita bangsa Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia ke arah yang tepat dan benar, hanya saja beliau-beliau belum sempat merealisasikan semua cita-cita berbangsa dan bernegara, negeri yang aman, sentosa, adil makmur, gemah ripah loh jinawi. Paling tidak mereka telah berhasil memberikan landasan yang kuat bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia yang dapat bertahan sampai saat ini dan untuk selamanya.
Adalah tugas kita semua untuk melanjutkan cita-cita kedua Pendiri Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk merealisasikan cita-cita yang belum sempat terlaksana, negeri yang aman sentosa, adil makmur, gemah ripah loh jinawi. Sosok Pemimpin seperti apa yang saat ini patut menjadi panutan kita? Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahatir Mohammad, yang pada awalnya diolok-olok oleh orang-orang Barat sebagai “The Little Sukarno” adalah sosok Pemimpin yang tepat sebagai panutan kita, karena beliau memiliki visi yang jelas untuk memajukan bangsanya, dan berhasil membawa Malaysia ke kondisi Malaysia yang Modern seperti saat ini.
Malaysia bukanlah Indonesia, dan kondisi Malaysia saat itu berbeda dengan kondisi Indonesia masa kini. Yang bisa kita ambil adalah sifat Visionary mantan PM Malaysia Mahatir Mohamad sebagai panutan Pemimpin Indonesia. Oleh karena Indonesia masih dalam kondisi Krisis Multidimensi: Krisis Energi/BBM, Krisis Pangan dan Krisis Moral/Etika, maka kita perlu mencarikan panutan Pemimpin Dunia lainnya untuk mengatasinya. Yang bisa dicontoh tentang Pola Hidup Sederhana dan Mandiri dari Mahatma Gandhi yang mencontohkan hidup sederhana dan swasembada (swadeshi), jangan import minded, pakailah produk-produk bangsa sendiri. Presiden Iran Ahmadinejad patut dicontoh dalam pola hidup sederhana, mandiri, keteguhan prinsip, tidak takut pada ancaman imperialis dan agressor, dan lain-lain sifat keteladanan. Sedangkan dari Presiden Hugo Chavez yang dapat kita contoh adalah kebijakan-kebijakan dalam mengelola negerinya, kebijakan yang pro-sosialis, pro kepada kesejahteraan mayoritas rakyat. Dibawah kepemimpinannya, pendidikan di Venezuela diberikan secara cuma-cuma sampai ketingkat Universitas, landreform yang memberikan tanah untuk rakyat miskin, pembangunan ribuan klinik untuk rakyat miskin, mengundangkan UU yang memberikan subsidi pangan dan perumahan bagi rakyat miskin, dan lain-lain perubahan sosial yang patut dicontoh Indonesia dalam mengelola sumber daya alam yang berlimpah agar tidak jatuh ke tangan para pengusaha yang serakah dan pelit. Kondisi Indonesia dan Venezuela sangat mirip, keduanya adalah produsen minyak dan anggota OPEC. (http://www.presidenku.com/)
              Menurut saya, pemimpin itu harus meneladani Rasulullah, dengan kriterianya:
1.     Amanah (terpercaya)Seoarang pemimpin harus mendapat kepercayaan masyarakat, karena sebuah masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera akan terbentuk manakala pemimpinnya mendapat kepercayaan (legitimasi) dari masyarakat.
2.     Fatonah (cerdas)Persyaratan menjadi pemimpin adalah memiliki kemampuan intelegen (IQ) yang standar, sehingga mampu menganalisa dan mengatasi masalah yang di wilayahnya.
3.     Tabligh (komunikatif)Pemimpin harus mampu berkomunikasi dengan masyarakat dan pimpinan yang ada di atasnya, sehingga akses informasi bisa diterima ileh semua warga.
4.     Shidiq (jujur)Kejujuran seorang pemimpin merupakan bagian dari kesuksesan dalam kepemimpinannya, karenan kejujuran saat ini merupakan sesuatu yang sulit untuk dibuktikan dan sedikit sekali.
            Selain karakter diatas, pemimpin juga harus memiliki sifat Sabar. ”Dan Kami jadikan pemimpin-pemimpin di antara kamu yang memberi petunjuk dengan perintah kami, yaitu ketika mereka sabar”. (QS.As-Sajdah:24) Sebagai seorang pemimpin, pastilah akan mengalami banyak tekanan, dari berbagai masalah ketika memimpin, maka obat yang paling mujarab adalah Kesabaran.
            Pemimpin Indonesia haruslah orang yang memiliki visi yang kuat. Visi yang merupakan metomorfosis dari mimpi, tidak boleh kalah hanya karena kegagalan dalam perjalanannya. ”Dan tekad seperti ini, akan merubah rintangan dan kesulitan menjadi sarana mencapai tujuan” (Said Bin Al-Musayyib). Tekad yang terlahir dari kekuatan visi itulah yang akan menjadikan pemimpin tersebut tak akan mudah mengalah, mengalah karena putus asa, atau mengalah karena keadaan.
            Seorang pemimpin harus rendah hati, tidak ada ke’egoisan dalam dirinya. Penilaian secara adil dan objektif terhadap kebenaran yang ada. Melihat situasi dengan pandangan yang menyeluruh, untuk kebaikan bersama, tidak untuk kepentingan golongan. Jika kita melihat dalam tataran demokrasi, maka pemimpin harus menjadi pendengar yang baik, dimana mau dikritik untuk perbaikan. Indonesia yang masyarakat beragam harusnya dapat disatukan dalam satu rasa, satu jiwa sebagai masyarakat Indonesia, maka pemimpin bangsa ini harus mampu menjadi sosok yang diterima di semua kalangan. Dalam hal ini dikarenakan kepribadiannya yang menjadikan pemimpin tersebut dapat diterima oleh semua kalangan.
            Pada hakikatnya, pemimpin Indonesia merupakan sosok yang tidak hanya memimpin Indonesia, tapi pemimpin tersebut haruslah sudah selesai dengan urusan dirinya. Dia sudah bisa memimpin dirinya sendiri barulah kemudian memimpin ranah publik. Karena jika pemimpin tersebut masih belum bisa memimpin dirinya sendiri, maka pemimpin tersebut masih belum bisa dikatakan sebagai pemimpin sejati. Semoga bangsa Indonesia memiliki sosok pemimpin tersebut, sehingga dapat mewujudkan Indonesia Madani.


Mencoba menginspirasi
Malang, 31 Oktober 2012
Amelia D’Marthasari

Komentar

Postingan Populer