PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SPIRITUAL (SPIRITUAL LEADERSHIP) TERHADAP KINERJA SUMBER DAYA MANUSIA DALAM ORGANISASI PERUSAHAANDisusun Oleh : Yusrina Dwiningsih



LATAR BELAKANG 
Pandemi covid 19 yang saat ini masih berlangsung di Indonesia menimbulkan dampak yang luas bagi masyarakat. Salah satu dampak yang ditimbulkan adalah berkaitan dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pandemi Covid-19 sudah berlangsung selama hampir 1,5 tahun. Selama periode itu banyak pegawai yang jenuh. Hal itu secara signifikan berdampak pada penurunan kinerja mereka. Secara keseluruhan berpengaruh terhadap pencapaian target perusahaan tempatnya bekerja. 
Hal diatas ditunjang dengan mulai banyaknya dekadensi moral pada era milenial sekarang ini, dimana terjadi ketika arus modernisasi mampu menyuguhkan segala sesuatu yang berimbas pada merosotnya moral penduduk Indonesia terlebih kalangan pemuda. Masalah krisis moral yang dialami khususnya di kalangan pemuda telah meluas, dan dapat mengancam masa depan bangsa. Hal ini tentu harus segera diselesaikan, mengingat cita-cita Indonesia maju yang selalu di gaung-gaungkan, namun sampai saat ini belum sesuai dengan apa yang tersuguhkan.
Krisis moral pada masyarakat berdampak pada memberi pengaruh negative dalam kinerja pada sebuah perusahaan atau organisasi. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan indikator kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi penyebab penurunan peringkat Indonesia untuk daya saing ekonomi global yaitu dari posisi 45 menjadi 50 berdasarkan laporan World Economic Forum 2019.
Salah satu cara untuk bisa memperbaiki kualitas moral dan mental dari masyarakat adalah dengan pendekatan spiritual, yaitu Keyakinan atau fenomena spiritualitas telah memberikan dampak yang penting bagi perilaku individu dan bagaimana mereka dapat memfungsikan kemampuan yang dimiliki untuk sesuatu yang bermakna (Saucier dan Skrzypińska, 2006). 
Hal yang sama juga bisa diterapkan didalam sebuah perusahaan atau organisasi. Untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik, banyak perusahaan yang sekarang sudah menerapkan konsep spiritual company/spiritual enterprise. Penerapan spiritual enterprise dalan organisasi, akan berpengaruh kepada gaya kepemimpinan, dimana gaya kepemimpinan dalam organisasi ini bisa disebut sebagai spiritual leadership. 

SPIRITUAL LEADERSHIP
Pengertian Spiritual Leadership
Spiritualitas dijelaskan dan dimasukkan dalam berbagai konsep dan nilai-nilai seperti: transdental, keseimbangan, kesucian, mencintai dan mementingkan kepentingan orang lain, makna dalam hidup, hidup yang selaras dengan alam semesta, dan kesadaran ada sesuatu atau seseorang yang lebih dari diri sendiri (Tuhan atau energi) yang menyediakan energi dan kebijaksanaan yang melampaui aspek materi kehidupan.(Abdul ,2015). 
Secara ontologis, Hendrawan (2007) memaknai arti dari spiritual sebagai “sesuatu yang prinsip sehingga menghidupkan organisme fisik”, “sesuatu yang berhubungan dengan hal yang suci” dan “sesuatu yang berhubungan dengan fenomena atau makhluk supernatural”. Selanjutnya, secara ringkas dijelaskan bahwa spiritualitas meliputi ;
(1) sebagai sumber kekuatan hidup
(2) memiliki status yang suci
(3) berkaitan dengan Tuhan. 

Teori spiritual leadership menyatakan dengan jelas bahwa ada perbedaan dengan teori kepemimpinan sebelumnya yang hanya terpusat pada satu atau lebih aspek fisik, mental atau unsur-unsur interaksi emosional manusia dalam organisasi yang mengabaikan komponen spiritualitas. Spiritual leadership diperlukan untuk transformasi kesuksesan yang berkelanjutan dari pembelajaran organisasi. Spiritual leadership merupakan kebutuhan mendasar antara pemimpin dan pengikut untuk keberlangsungan spiritualitas mereka sehingga mereka lebih berkomitmen terhadap organisasi dan lebih produktif.

Model Kepemimpinan Spiritual 
Fairholm (1997, 1998) dan Fry (2003), merupakan peneliti yang pertama mengusulkan spiritual leadership model. Fairholm menjelaskan spiritual leadership model menggunakan tiga kategori yaitu:
spiritual leadership tasks (tugas kepemimpinan spiritualitas), 
spiritual leadership process technologies (teknologi proses kepemimpinan spiritualitas)
prime leadership goal (tujuan utama kepemimpinan). 
Model dapat dilukiskan pada Gambar dibawah ini:
Spiritual Leadership Model from Fairholm
Spiritual Leadership Tasks Spiritual Leadership Prime Leadership Goal 
           Process Technologies


Model ini mengakui orang secara keseluruhan, yang berarti bahwa orang yang bekerja memiliki kualitas kemanusiaan, tidak hanya keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan yang dibutuhkan pada perusahaan. Fairholm menegaskan bahwa model di atas memperlihatkan pola dinamis hubungan dari tugas kepemimpinan spiritualitas, proses dan tujuan utama. Tiga tugas kepemimpinan spiritualitas terdiri atas :
Penetapan visi Merupakan bentuk rasa dan membuat janji. 
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin, adalah menciptakan makna dan tujuan. Pekerja merasa terhubung dengan misi organisasi melalui perasaan terhubung pada pribadi, dengan tingkatan yang mendalam.
Pelayanan (kepemimpinan melayani). 
Pemimpin memimpin, karena mereka memilih untuk melayani yang lain. Seorang pemimpin tidak dapat mengerjakan seluruh pekerjaan dalam organisasi. Karena itu mereka harus mendelegasikan pekerjaan kepada orang lain. Pemimpin menjadi pelayan bagi pengikutnya, menyediakan informasi, waktu, perhatian, materi, dan sumber daya yang lain yang dibutuhkan untuk kesuksesan, serta pemanfaatan yang lebih tinggi dalam perusahaan, yang memberikan makna dalam bekerja.
Kompetensi tugas. 
Kompetensi dalam empat macam tugas yaitu: mengajar (teaching), kepercayaan (trusting), menginspirasi (inspiring) dan menguasai ilmu pengetahuan (acquiring knowledge) tentang pekerjaan yang aktual. Tugas tim atau kelompok adalah vital dalam kepemimpinan. Pemimpin adalah seorang guru dengan keyakinan dan kepercayaan.
Dimensi spiritual leadership (Fry et al.,2011) dan proses dari pemuasan kebutuhan spiritualitas untuk kesejahteraan spiritualitas ditunjukkan dalam Gambar dibawah ini:




Menurut Fry (2003), tujuan spiritual leadership adalah untuk memasuki kebutuhan mendasar kesejahteraan rohani dari pemimpin dan pengikutnya sehingga mereka menjadi lebih memiliki komitmen dalam organisasi dan produktif.
SPIRITUAL ENTERPRISE
Konsep spiritual enterprise  belum lazim diketahui. Namun, kini mulai terlihat perusahaan-perusahaan yang mengadopsinya. Penerapan konsep spiritual pada sebuah perusahaan bisa beranjak dari misi perusahaan, bisa juga karena pasar yang mulai membutuhkannya.  Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan spiritual enterprise? Yang jelas, ini bukan sekadar perusahaan yang bergerak di bidang keagamaan, menjual produk penunjang aktivitas keagamaan, bukan berarti juga perusahaan yang dijalankan orang-orang dari agama tertentu. Konsep ini punya dua pilar utama, yaitu nilai agama dan pengetahuan bisnis.


Bagi perusahaan yang mengusung konsep spiritual, setiap langkah usaha yang dijalankan, terilhami nilai keagamaan. Jadi, usaha tak hanya menyangkut tujuan untuk meraup untung sebanyak-banyaknya, tetapi sebagai bentuk ikhtiar untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi di mata Tuhan.

BAGAIMANA SPIRITUAL LEADERSHIP DITERAPKAN DALAM ORGANISASI
Spiritual Manajemen didefinisikan sebagai manajemen yang mengedepankan nilai-nilai yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa (Abdul, 2015). Selanjutnya dijelaskan bahwa nilai- nilai spiritual manajemen sudah ada sejak sekitar tahun 631M, dimana dunia mencatat sebuah fenomena manajemen di Madinah, ketika Nabi Muhammad berhasil membangun masyarakat madani di sebuah wilayah yang demokratis, yang menghargai pluralitas dengan prinsip-prinsip dasar seperti keadilan, supremasi hukum, egalitarianisme dan toleransi yang semuanya dibangun dengan dasar manajemen spiritual.
Untuk mencapai keunggulan bersaing (competitive advantage), organisasi memerlukan berbagai faktor pendukung, salah satu pendukungnya adalah spiritual leadership untuk membangun komitmen yang tinggi pada seluruh komponen organisasi dalam mencapai tujuan. Organisasi memerlukan model kepemimpinan yang lebih holistik dari yang selama ini telah diterapkan untuk memecahkan permasalahan kepemimpinan dalam rangka membentuk komitmen organisasional, yang akhirnya berefek pada kinerja. Model kepemimpinan yang holistik tersebut adalah spiritual leadership.
Penerapan kepemimpinan spiritual (spiritual leadership) yang diterapkan di perusahaan yang menerapkan pol aini adalah sebagai berikut:
Penetapan Visi Akhirat (Noble Purpose)
   Pada tahapan awal, tugas pemimpin pada perusahaan yang menerapkan spiritual enterprise ini, harus memberikan gambaran Visi dan tujuan perusahaan secara jelas dan mendetail kepada semua karyawan, bahwa Visi Perusahaan tidak hanya mencari keuntungan semata, tetapi lebih kepada tujuan untuk bersama-sama masuk ke surga di akhirat nanti, dan menjadikan perusahaan ini sebagai alat/kendaraan untuk bisa menuju Visi tersebut dengan seluruh anggota tim yang ada di dalam perusahaan ini. 
Dengan adanya visi akhirat Bersama yang diinstal ke setiap karyawan yang ada, setiap staf dan tim dalam perusahaan akan lebih bersungguh-sungguh untuk melakukan kebaikan dalam setiap pekerjaannya. Dan juga mereka cenderung lebih takut untuk berbuat kecurangan dalam perusahaan.
Bagi seorang pemimpin, visi akhirat yang akan ditanamkan didalam perusahaan dan di narasikan kepada setiap tim dalam perusahaan, harus membuat misi dan program perusahaan untuk bisa mencapai visi tersebut, misalnya dengan melakukan program sedekah dan santunan-santunan, program pembangunan masjid dan pondok-pondok dimana program-program tersebut menggunakan hasil laba usaha yang sudah dialokasikan anggaran nya. Dengan demikian, setiap karyawan dalam perusahaan akan merasa bahwa hasil kerja dan karya mereka dalam perusahaan tersebut, bisa menghasilkan pahala dan mengalir amal jariah kepada mereka dari setiap program yang dijalankan.  

Menginstal mindset atau budaya kerja kepada seluruh tim bahwa bekerja adalah sebagai ibadah.
Pada konteks ini, pemimpin dalam perusahaan diawal memang dibutuhkan untuk lebih intens dalam memberikan insight dan motivasi kepada seluruh tim yang ada di perusahaan, bahwasanya bekerja bukanlah semata bekerja, tetapi bekerja adalah ibadah. Sehingga setiap orang yang ada dalam perusahaan mempunyai rasa tanggung jawab yang lebih dan bekerja lebih bersungguh-sungguh kepada Yang Maha Menciptakan sebagai bentuk ibadah mereka. 

Penerapan KPI Profesional dan KPI Ibadah
Budaya perusahaan (corporate culture) adalah keyakinan, nilai, kepercayaan, dan norma bersama yang menjadi ciri perusahaan dan diikuti oleh anggota perusahaan. Budaya memberikan kerangka acuan umum bagi anggota perusahaan yang dapat digunakan untuk menafsirkan peristiwa dan fakta di lingkungan perusahaan.
Budaya mengirim pesan kepada orang-orang di dalam dan di luar perusahaan tentang bagaimana bisnis dilakukan. Ini berakar pada tujuan, strategi, struktur, dan pendekatan organisasi terhadap tenaga kerja, pelanggan, investor, dan komunitas yang lebih luas. Dengan demikian, budaya merupakan komponen penting dalam keberhasilan atau kegagalan utama sebuah bisnis.
Misalnya, terkait dengan orientasi, beberapa perusahaan lebih berorientasi pada orang, sementara yang lain berorientasi pada tugas. Dalam orientasi orang, budaya cenderung memprioritaskan orang ketika membuat keputusan dan percaya bahwa orang mendorong kinerja dan produktivitas.
Sementara itu, dalam orientasi tugas, budaya menekankan efisiensi dan kualitas untuk mendorong kinerja dan produktivitas. Interaksi antara anggota organisasi lebih kaku dan birokratis.
Sistem manajemen kinerja dapat diukur menggunakan KPI (Key Performance Indicator) supaya memiliki tolok ukur kesuksesan yang baik pula. Kontrol dan evaluasi merupakan fungsi yang penting dalam manajemen untuk memastikan rencana kerja organisasi bisa berjalan dengan baik sehingga tujuan akhir organisasi bisa tercapai. Untuk bisa melakukan fungsi kontrol dan evaluasi dengan baik dibutuhkan sistem manajemen kinerja yang baik. Sistem manajemen kinerja yang baik harus bisa menggambarkan proses bisnis yang terjadi dalam organisasi secara keseluruhan.
Sistem manajemen kinerja memuat ukuran-ukuran KPI (key performance indicator) yang merepresentasikan kinerja dari seluruhbagian organisasi dan keterkaitan yang ada antar bagian-bagian tersebut. Key performance indicator diukur dalam periode harian, mingguan dan bulanan. KPI yang baik merupakan suatu hal yang penting dan terus menerus mendapat perhatian dari manajemen. Ketika seseorang menyimpang dari KPI, pihak manajemen dapat mengambil suatu keputusan dan memanggil orang yang bertanggung jawab.
Dalam perusahaan yang menggunakan Spiritual Leadership, setiap karyawan, diberikan bimbingan untuk rutin beribadah, dan dilakukan penilaian KPI (Key Performance Indikator) bukan hanya penilaian produktivitas kinerja, tetapi juga dinilai ceklist ibadah-ibadah wajib dan sunnah yang dilakukan oleh setiap orang dalam perusahaan. Semua tim diwajibkan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan amal yaumi ibadah.

Mengedepankan sikap yang baik dan santun, baru kemudian skill 
Dalam hal rekruitmen dan seleksi sumber daya manusia yang masuk untuk menjadi tim dalam perusahaan/organisasi ini, factor pertama yang dilihat dan dievaluasi adalah pada factor sikap (Attitude). Selain rekruitmen, pola evaluasi dan konseling yang dilakukan oleh managemen bagian HCM (Human Capital Managemen) dalam perusahaan melihat indikator sikap yang baik yang ditunjukkan dan dilakukan oleh setiap karyawan dalam perusahaan.
Pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada karyawan oleh perusahaan yang menggunakan pola spiritual leadership tidak hanya pelatihan teknis pekerjaan, dan materi-materi keahlian bidang pekerjaannya, tetapi juga pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan perbaikan adab, akhlaq dan attitude yang baik sebagai seorang insan. Bahkan perusahaan juga menyediakan wadah untuk peningkatan pengetahuan agamis dan spiritual untuk setiap karyawan dalam perusahaan, seperti melakukan pelatihan mengaji dan menyediakan seorang ustadz yang membina karyawan.

PENGARUH SPIRITUAL LEADERSHIP DALAM KINERJA ORGANISASI
Selain bisa menjadi bentuk perwujudan iman kita, menerapkan konsep spiritual pada usaha kita membawa sejumlah manfaat lain. Berikut ini beberapa manfaat penerapan konsep spiritual ini:
Kaya akan kebaikan 
Kecurangan biasanya terjadi saat usaha mulai melakukan kegiatan yang ilegal atau tidak halal. Karena itu, bisnis bisa terhindar dari risiko fraud atau kecurangan ini dengan melakukan kegiatan yang positif, tidak hanya bagi usaha, tetapi juga bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Konsep ini juga memberdayakan etika, moral, dan iman yang baik, sehingga mendorong para pegawai untuk turut bekerja secara profesional tanpa adanya niat jahat. Setiap staf dan tim dalam perusahaan akan lebih bersungguh-sungguh untuk melakukan kebaikan dalam setiap pekerjaannya. Dan juga mereka cenderung lebih takut untuk berbuat kecurangan dalam perusahaan.

Relasi kerja yang lebih harmonis
Mempererat relasi antarpegawai dalam usaha sudah menjadi bagian penting dalam budaya kerja. Tentunya pegawai yang bahagia dan harmonis akan mendatangkan lebih banyak keuntungan bagi usaha Anda. Spiritual enterprise mengedepankan unsur kekeluargaan, di mana para pegawai dari berbagai jabatan bersama-sama melakukan ibadah atau kegiatan keagamaan lainnya.Pastinya kegiatan seperti ini bisa meningkatkan tali pertemanan, bekerja sudah bukan lagi paksaan tetapi juga seru karena dilakukan bersama teman-teman. 
Meningkatkan performa kerja
Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa kinerja karyawan sangat mempengaruhi tingkat kesuksesan pada suatu perusahaan. Kinerja karyawan yang bagus akan mengikuti hasil baik pada perkembangan bisnis perusahaan. Sebaliknya, kinerja karyawan buruk juga akan berdampak negatif pada kesuksesan perusahaan. Hasil dari kinerja karyawan ini bisa dinilai dari aspek kualitas, kuantitas, waktu kerja dan juga kerjasama dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan oleh pihak perusahaan. Seluruhnya tergantung dari kuantitas dan juga waktu yang dimanfaatkan oleh pihak karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Faktor kinerja karyawan juga bisa dilihat dari waktu kerja, keterlambatan, jumlah absen dan lamanya masa kerja karyawan.
Terdapat beberapa faktor yang mampu memengaruhi kinerja karyawan. Ketika seorang karyawan sedang banyak masalah sehingga kurang fokus dalam bekerja. akan lebih baik jika pemimpin memberikan motivasi dengan kegiatan keagamaan yang dapat meringankan beban hati mereka. Inilah pandangan dari spiritual yang bisa meningkatkan produktivitas kerja dalam perusahaan. Ini juga menjadi bentuk kepedulian seorang pemimpin terhadap para pegawai, sehingga dapat meningkatkan semangat kerja mereka. 

Citra usaha yang lebih positif 
Semua orang pasti lebih suka dengan usaha yang terkenal ramah, senang bersedekah, dan menganut nilai-nilai positif. Jadi, tidak heran kalau spiritual enterprise punya image yang lebih cerah daripada kompetitornya. Semua orang pasti lebih suka dengan usaha yang terkenal ramah, senang bersedekah, dan menganut nilai-nilai positif. Jadi, tidak heran kalau spiritual enterprise punya image yang lebih cerah daripada kompetitornya. Secara tidak langsung, para pelanggan pun ikut berkontribusi dalam kegiatan baik yang perusahaan lakukan. Pelanggan juga jadi tidak segan untuk merekomendasikan usaha tersebut ke teman dan keluarga.  Salah satu usaha yang menerapkan spiritual enterprise ialah Waroeng Steak & Shake. 

KESIMPULAN
Spiritual leadership diperlukan untuk transformasi kesuksesan yang berkelanjutan dari pembelajaran organisasi. Spiritual leadership merupakan kebutuhan mendasar antara pemimpin dan pengikut untuk keberlangsungan spiritualitas mereka sehingga mereka lebih berkomitmen terhadap organisasi dan lebih produktif.
Untuk mencapai keunggulan bersaing (competitive advantage), organisasi memerlukan berbagai faktor pendukung, salah satu pendukungnya adalah spiritual leadership untuk membangun komitmen yang tinggi pada seluruh komponen organisasi dalam mencapai tujuan. Organisasi memerlukan model kepemimpinan yang lebih holistik dari yang selama ini telah diterapkan untuk memecahkan permasalahan kepemimpinan dalam rangka membentuk komitmen organisasional, yang akhirnya berefek pada kinerja. Model kepemimpinan yang holistik tersebut adalah spiritual leadership.











DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghani Azmi, Ilhaamie. (2015). “Islamic human resource practices and organizational performance: Some findings in a developing country”. Journal of Islamic Accounting and Business Research.
Ancok, D dan Suroso, F. N. (2001). Psikologi Islami. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Argyle & Beit Hallahmi,1975, The social psychology of religion, London :Routledge.
Baumeister,1991,Meaningsoflife,NewYork:GuilfordPress.
Burns, J.M. (1978). Leadership. New York: Harper & Rows.
Drath, W. H., & Palus, C. J. (1994). Making common sense: Leadership as meaning-making in a community of practice. Center for Creative Leadership
Fairholm, G. W. (1997), Capturing the heart of leadership : Spirituality an community in the new American workplace, Westport, CT: Praeger
_____________(1998). Perspectives on leadership from the science of management to its spiritual heart. Westport, CT: Quorum Books.
Fry, L.W., 2003, Toward a Theory of Spiritual Leadership, The Leadership Quarterly, 14, 693–727.
Fry, Louis W., Jody dan J.Lee Whittington, 2005, Spiritual Leadership as a Paradigm for Organization Transformation and Development, tidak dipublikasikan.
Fry, W Louis, Vitucci, S., & Cedillo, M. 2011. Spiritual leadership and army transformation:Theory, measurement, and establishing a baseline. The Leadership Quarterly, 16, 807–833.
Greenberg,Pyszczynski,&Solomon,1986,TheCausesAndConsequences Of A Need For Self – Esteem : At Error ManagementTheory. In R. F. Baumeister (Ed.), Public self and private self (pp.189–212),NewYork: Springer–Verlag.
Hemphill, J.K. & Coons, A. E. (1957). “Development of the Leader and Behaviour Description Questionnaire. Colombusn : Bereau of Bussiness Research, Ohio State University.
Hendrawan Sanerya. 2007 Spiritual Menegement, Bandung: Mizan Pustaka.
Husein, Umar. 2010. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. SUN.
Jacobs, T.O., & Jaques E, (1990). Militery executive leadership, K.E. Clark M.B. Clark (Dds), Measures of Leadership, NJ, Leadership Libarary of America.
Katz, D & Kahn, R.L. 1978. The Social Psychology of Organization. New York: Wiley.
Kuczkowski,S.,1993, Psychology of Religion, Krakow
Rauch & Behling, 1984, 46 dalam materi pelatihan ketrampilan manajerial SPMK. Tersedia:http://kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/5aKEPEMIMPINAN(revDes'02)
Satriyono, G. Rukmini, M. Septyaningtyas. Dan Dewanti, S.R. 2022. Studi Eksplorasi Dampak Work From Home (WFH) Terhadap Kinerja Dosen Selama Pandemi Covid-19. Jurnal Pendidikan Tambusai. Vol 6, No 01. ISSN: 2614-3097.
Saucier, Gerard; Katarzyna Skrzypinska (1 October 2006). “Spiritual But Not Religious? Evidence for Two Independent Dispositions”, dalam Journal Of Personality 74(5): 1257–1292. Washington, D.C., United States: American Psychological Association.
Schien. (1992). Organizational Culture and Leadership. Jossey-Bass. SanFransisco
Tenner, A.R. dan DeToro, I.J. 1992. Total Quality Management: Three Stepps To Continuous Improvement. Reading, MA: Addison-Wesley Publishing Company. Tjiptono, F. dan Diana, A., (1996). Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit ANDI
Triyuwono Iwan. 1997. Akuntansi Syariah dan Koperasi MencariBentuk dalam Bingkai Metafora Amanah, Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol. 1, No. 1.
Yukl, Gary. 2010. Leadership in Organizations (7th edition). Jakarta: PT. Indeks
Yun, Seoukhwa, Cox, Jonathan & Sims, Henry P. Jr. 2007. Leadership and Teamwork: The Effect of Leadership And Job Satisfaction On Team Citizenship vol 2. IJLS: Regent University.




Komentar

Postingan Populer