ADA PESAN DI MASJID KUNO REMBITAN - LOMBOK SERIES 5-







Sepulangnya kami dari Gili trawangan, kami melanjutkan perjalanan dan bersilahturahim dengan saudara kami di kampus. 
Suta mengajak kami untuk menikmati ikan bakar di daerah ampenan, ikan bakar yang begitu besar yang tentu tidak kami temukan di kota kami. 

Sambil bincang ringan, dan kami pun dipinjami motornya untuk bisa kami bawa ke Hotel tempat kami menginap. 
Sore harinya kami segera menuju Hotel d'praya yang dekat sekali dengan bandara. Alhamdulillah hujan deras seperjalan ke hotel. Membuat kami pun merubah rencana untuk sejenak rehat dulu menikmati sore di Hotel. 

Esok paginya kami pun melanjutkan destinasi. Perjalanan hari terakhir di Pulau Seribu Masjid, sebenarnya rencana kami masih mau ke daerah selatan. Namun setelah menghitung waktu hingga kami take off tidak mencukupi. Maka kami pun memilih mengunjungi Desa Sade, sebuah desa adat suku Sasak yang menakjubkan. Dari rumah adatnya yang bertutupkan ilalang dan alas tanahnya, serta kegiatan penduduk menganyam benang. Sebuah destinasi adat yang tentu menarik bagi kami.

Setelah mendapatkan beberapa buah sarung adat, kami melanjutkan destinasi ke Masjid Kuno Rembitan. Kami bertemu dengan penjaga Masjid ini, dan kami pun mendapatkan cerita tentang Masjid Kuno Rembitan. 
Cerita tradisi yang masih hidup di kalangan penduduk desa Rembitan dan sekitarnya mengatakan bahwa masjid ini dibangun pada sekitar abad ke-16. Babad Lombok menyebutkan bahwa agama islam masuk ke Lombok di bawa oleh Sunan Prapen, putera Sunan Ratu Giri dari Gresik. Di bangunnya Masjid Kuno Rembitan sering dihubungkan dengan Nama seorang tokoh penyebar agama islam di daerah Rembitan dan sekitarnya, yaitu Wali Nyatoq, yang makamnya terdapat di bukit Nyatok, kira-kira kilometer di sebelah timur desa Rembitan.
Masjid Kuno ini konon dibangun sendirian dan pada satu malam saja. Tentu itu menjadi kisah yang entah benarkah demikian adanya. Bentuk dari pintu masuk masjid ini sangat kecil, menurut sang penjaga masjid ini hal tersebut mengandung makna yaitu ketika memasukinya maka harus menundukkan kepala dengan makna menghormati, dan tunduk pada Allah Sang pemilik.

Menarik pula dari bentuk masjid yang kokoh hanya menggunakan kayu penyangga yang tidak pernah diganti dan direnovasi semenjak berdirinya masjid ini.
Disampaikan kepada kami, sebagaimana bangunan masjid ini yang begitu kokoh, begitu pula dengan kehidupan rumah tangga. Kokoh tidaknya ditopang dengan iman dan taqwa. Pasti menghadapi banyak masalah, kehujanan, badai, petir, panas. Tapi ketika seorang suami istri saling menguatkan satu sama lain. Maka tidaklah menjadi sebuah masalah. Semua didasarkan pada kekuatan intern. Apapun masalahnya, saling menguatkan satu sama lain adalah hal utama. Dan terus kembali pada Allah SWT yang memberikan jalan keluar atas berbagai masalah. 
Karena membangun rumah tangga tak sesederhana layaknya bermain ular tangga. Maka, disana di dalam Masjid Kuno yang kokoh meski sudah berabad - abad lamanya. Kami dapatkan hikmah luarbiasa. Berazam untuk terus meningkatkan kualitas keimanan, menguatkan ikatan berdasarkan pada iman dan taqwa. 

Semoga safar yang menggetarkan ini menjadi sebuah perjalanan hikmah. Yang merecharge semangat untuk terus memperbaiki diri. 

(adm)

Komentar

  1. Beruntung sekali bisa berjalan-jalan sambil mendapatkan banyak ilmu, hehehe
    Btw, salam kenal ya, Kreta Amura

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer